Langsung ke konten utama

Being an Introvert isnt a Weakness


Kehidupan di sekolah emang nggak pernah jauh-jauh dari yang namanya pergaulan. Entah pergaulan yang baik atau yang buruk. Sayangnya kita hidup di zaman yang orang-orangnya pada suka ngasih label, ngasih cap, terhadap apa yang mereka lihat, mereka dengar, atau mereka amati. Sialnya lagi, kegiatan memberi label atau cap ini dilakuin cuma dari satu sudut pandang, atau bisa aja kita ngasih cap ke seseorang hanya karena kita denger cerita tentang dia dari orang lain.

Dalam suatu sekolah, pasti ada deh yang namanya kelompok, geng, atau squad apalah itu terserah. hal ini sudah wajar, karena kalau kita dalam situasi lingkungan yang baru, diri kita akan bergerak dengan sendirinya untuk mencari orang-orang yang cocok dengan kita, yang bisa kita jadiin temen. jika skala sekolah ini diperkecil lagi jadi lingkungan kelas, maka sudah bisa sangat terlihat kelompok a, kelompok b, dan lainnya. Kalian boleh bilang, "nggak kok, kelas gue kelas kompak, nggak ada yang namanya kubu-kubu an." okay, kalau gitu bagus. Tapi kadang, dalam suatu kelas yang katanya kelas paling kompak sekalipun bisa aja terjadi yang namanya kubu meski dalam skala yang kecil banget.

Karena, yaa, nggak semua murid dalam suatu kelas itu punya kepribadian yang sama. nggak semua murid bisa akrab sama semua murid yang ada disitu. jadilah kita memakai label 'terheboh' 'terpendiam', right?

Nggak jarang dari kita menganggap seseorang yang pendiam itu sebagai suatu kekurangan dan kelemahan, come on, hanya karena minoritas bukan berarti jadi suatu kekurangan. we have our own life, our own way for being social human. Buanyaakk banget public figure, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting lainnya yang punya kepribadian introvert. Masing-masing dari kita cuma harus tahu how to control ourself, how to improve our quality our personality. dan jadi manusia yang lebihh baik lagi, yang punya peran penting bagi lingkugan di sekitar kita.

Bakal lebih sederhana ceritanya kalau masing-masing dari kita punya sikap saling mengerti, memahami, nggak banyak mikir negatif, dan percaya satu sama lain. kalo kata temen gue, 


Kalau kita menyebut orang ansos karena menutup diri dari lingkungan sosialnya, lantas apa kita masih pantas di sebut makhluk sosial jika sikap kita justru menjauhinya?

Kita nggak punya hak satu pun buat menghakimi seseorang, kita nggak punya hak satu pun buat menyakiti perasaan orang lain. kewajiban kita sebagai manusia sosial cuma untuk mencoba peduli satu sama lain.

Komentar

  1. ini hal yang sangat wajar kalau umur mereka belum dewasa, biasanya pas di SMA atau SMP.. tapi kalau di perkuliahan sangat jarang (dikelasku) gak tau dikampus lain hehee...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul kak, memang dalam masalah ini lebih sering terjadi di lingkungan pelajar baik SMP atau SMA. Tapi tetap saja masalah ini merupakan persoalan yang sangat tidak mengenakkan jika terjadi di kehidupan sekolah😊 terimakasih sudah mampir dan memberikan komentar:)

      Hapus
  2. Ini sangat membantu dan memotivasi aku yang merasa diasingkan di kelas, yaaa teman sih ada, tapi tidak ada yang sangat dekat spt mau ke kantin bareng atau seru2an bareng.. rasanya beda banget sama di SMP ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang aku juga merasa masa SMA itu yang nggak bisa dilupain 'pengalamannya' dan hal-hal baru lainnya. Tapi untuk friendshipnya lebih suka di SMP hehe. Dalam pergaulan kita harus pintar menentukan mana teman yang baik dan buruk, tapi jangan sampai kurang pergaulan juga:) terimakasih sudah mampir dan komentar:)

      Hapus
  3. Makasih udah ada yang mau nulis tentang ini, saya sendiri termasuk kedalam kaum minoritas tersebut. Saya sekarang kelas 11 SMK dan dari kelas 10 saya udah merasa diasingkan dikelas, padahal saya tidak terlalu bodoh bahkan dapat peringkat 5 besar dikelas. Tapi rata-rata teman2 perempuan dikelas lebih memilih bergaul dengan yang sama2 cantik,gaul,populer,followers instagram berjumlah ribuan dan bahkan mereka membuat sebuah gang :') saya harap ada salah satu dari mereka yang membaca tulisan kamu dan menyadarinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. intinya selagi kita bersikap baik dan asik ke temen-temen sih, mereka juga akan memperlakukan kita seperti itu. nggak harus ada dalam kelompok mereka, yang penting kita tetep jaga hubungan pertemanan aja sih menurutku. lagipula kita bisa milih, temen mana yang sekiranya baik buat kita. terimakasih sudah mampir dan kasih komentar ((:

      Hapus
    2. Iyaa Kebanyakan Teman 2 itu melihat kekurangan kita dan Gengsi gitu..... Terima Mbak atas Motifasinya.

      Hapus
  4. Iya mba Sama Dari smp -sma saya juga selalu dikucilkan Dan tak ada dilingkungan ini yg menerima saya apa adanya sedih rasanya saya sendirian apalagi temen deket saya yg saya percaya dari sma udah ninggalin saya Dan ngelupain saya ketika saya lagi putus asa Dan down Dan saya meresa sendirian Dan gak punya Kerjaan untuk bantui. Orang tua saya Dan saya ingin membahagian mereka itu saja

    BalasHapus

Posting Komentar

Komentarmu jantung postingan ini. Komentarlah meski satu kalimat.

Postingan populer dari blog ini

Stop Body Shaming: Dampaknya Nggak Sepele

When i was in pare, i met a friend, female. We had the same boarding house there. Her outfit seems that she is a pious girl, long skirt, long veil, and always wear a mask.  Terlihat salihah. Aku kenal karna se-camp sama dia, dan disamping itu kita juga jadi tutor bareng di camp, sama-sama diberi tanggung jawab, saling kerjasama juga. Jadilah kita deket.  Suatu waktu kita ngobrol ngobrol, random things.  Hingga sampai di titik di mana aku tau kalau ternyata dengan outfitnya dia yang seperti itu, bukan karna hijrah atau alim gitu. engga. Tapi  karena dia nggak pede sama bentuk tubuhnya dia, karna dia sering banget dapet kritikan tentang cara dia berpakaian, tentang stylenya yang lama, dan itu semakin bikin dia nggak pede.  "Gimana kalau orang bilang gini." "Ini bagus ga ya." "Gajadi ah, nanti di komen." Wah, ini loh efek dari body shaming dan kelakuan judgemental kalian.  Body shaming  itu cuma istilah lain untuk  “mencela orang lain ...

Hanya Karena Jalanku Berbeda, Bukan Berarti Aku Tersesat

Semua orang boleh memilih jalannya masing-masing. kamu boleh memilih jalan yang mulus dan lurus. kamu boleh memilih jalan yang aspalnya sudah koyak, atau kamu mau memilih jalan yang berliku-liku? Boleh saja. Toh kamu yang menjalani. Banyak sekali dari kita yang suka menghakimi orang lain unik, hanya karena orang lain tersebut tidak mengambil jalan yang sama dengan kita. Ambil contoh si mawar dan melati. Mereka akan pergi ke suatu tempat, dan mereka memilih jalan yang berbeda. Mawar memilih jalan yang lebih cepat sampai ke tujuan, sedangkan melati memilih jalan yang berliku-liku dan akan sampai ke tempat tujuan lebih lama. Kira kira apa yang dipikirkan mawar? Kalo mawar nggak huznudzan sih pasti mikirnya gini ya, "ngapain sih tuh melati, nyusahin diri sendiri aja milih jalan yang jauh. Nggak mikir sih." atau mungkin yang lain. Ayolah, nggak seharusnya mawar berpikiran seperti itu kan? Melati pasti mempunyai alasan tersendiri. Mungkin aja dengan lewat jalan itu melati mau ne...